5 Langkah Mudah Membuat Rencana Investasi Pribadi
Thursday, September 01, 2022       16:40 WIB

Rencana Investasi ( investment plan ) pribadi adalah Rencana Keuangan ( financial plan ) pribadi yang dibuat khusus untuk masalah investasi.
Membuat rencana investasi  (financial plan)  pribadi tidak sulit (semua orang dapat melakukannya), walaupun menjalankan rencana yang sudah dibuat bisa terbukti sangat menantang bagi sebagian besar dari antara kita. Meski pun demikian, sebelum mulai berinvestasi, setiap orang wajib memiliki rencana investasi ( investment plan ) pribadi supaya orang tidak salah arah dalam berinvestasi.
Investor paling sukses di dunia, Warren Buffet, bahkan suatu waktu pernah mengatakan bahwa seorang idiot dengan rencana investasi yang baik akan mampu mengalahkan seorang jenius yang tidak memiliki rencana apa pun.
#1. Evaluasi kondisi finansial saat ini
Langkah pertama dalam membuat rencana investasi pribadi adalah mengevaluasi kondisi finansial kita saat ini. Langkah ini penting karena kita perlu tahu di mana kita berada saat ini sebelum kita melangkah (sebelum mulai berinvestasi).
Kondisi finansial kita saat ini adalah berapa banyak harta (dan utang) yang kita miliki, dan berapa besar arus kas yang masuk dan keluar (penghasilan dan pengeluaran), sehingga kita tahu berapa besar dana yang tersisa untuk diinvestasikan.
Jika arus kas pribadi (rumah tangga) masih negatif, atau sering negatif, dan harus ditutupi dari pinjaman atau ditutupi dari sumber-sumber lainnya, itu artinya Anda belum siap untuk menabung (apa lagi berinvestasi). Seringkali, ketika membuat perkiraan arus kas pada awal bulan, di atas kertas orang masih memiliki arus kas yang positif, dalam arti bahwa jumlah arus kas masuk (gaji atau penghasilan) masih lebih besar daripada biaya-biaya atau pengeluaran sebulan.
Lalu, mengapa pada akhir bulan arus kas menjadi negatif? Dengan mencatat besarnya gaji (penghasilan) dan pengeluaran tiap bulan, kita dapat mengetahui apa yang terjadi pada arus kas (penghasilan dan pengeluaran), sehingga dengan demikian kita juga mengetahui kondisi finansial kita dengan lebih baik.
 #2. Tentukan apa yang ingin dicapai di masa depan 
Rencana investasi dapat dibuat untuk bermacam tujuan, ada tujuan jangka pendek (misalnya melunasi kartu kredit), tujuan jangka menengah (misalnya melunasi kredit kendaraan bermotor, membayar biaya renovasi rumah, mengumpulkan uang pangkal kuliah anak di universitas swasta, mengumpulkan biaya pernikahan, dan lain-lain), atau tujuan jangka panjang (misalnya melunasi kredit rumah atau mempersiapkan masa pensiun).
Dari tujuan keuangan yang ingin dicapai kita dapat menentukan jangka waktu investasi serta tingkat risiko yang dapat kita ambil. Misalnya, untuk melunasi utang (jangka pendek, menengah, atau panjang), karena pembayaran dilakukan tiap bulan atau kuartalan, maka uang pembayaran utang tersebut hanya dapat disimpan sementara pada rekening tabungan.
Sebaliknya, untuk tujuan persiapan pensiun yang masih lama, uang tersebut dapat diinvestasikan dalam berbagai instrumen investasi jangka panjang seperti saham-saham, properti, atau emas.
 #3. Tentukan berapa banyak risiko yang sanggup ditanggung 
Berapa banyak risiko yang dapat ditanggung juga merupakan fungsi dari jangka waktu investasi yang ada. Misalnya untuk tujuan persiapan pensiun, jangka waktu investasi bagi seseorang yang baru mulai berinvestasi pada usia 25 tahun, adalah sekitar 30 tahun. Jadi, pemodal pemula ini dapat berinvestasi pada instrumen yang berisiko tinggi seperti saham-saham, atau reksadana saham, dan properti (umumnya properti tidak likuid dan membutuhkan jumlah investasi yang besar).
Sebaliknya, jika jangka waktu investasi hanya terbatas saja. Misalnya uang tabungan atau investasi itu akan dipakai untuk membiayai pesta pernikahan dalam tiga tahun ke depan, maka sama sekali tidak disarankan untuk berinvestasi pada instrumen berisiko tinggi (baik karena risiko perubahan harga maupun risiko likuiditas), karena pemodal tidak memiliki banyak waktu untuk pulih ( recover ) jika risiko itu terjadi.
Kemampuan seseorang untuk menanggung risiko investasi dapat dilihat dari kapasitas risiko orang itu, dan toleransinya terhadap risiko. Toleransi risiko ( risk tolerance ) adalah keinginan atau kesanggupan ( willingness ) sesorang untuk menanggung risiko. Kalau Anda pernah membeli unit penyertaan reksadana, Anda tentu pernah disodori selembar pertanyaan ( questionnaire ) untuk memperkirakan toleransi Anda terhadap risiko investasi.
Sebaliknya, kapasitas risiko adalah kemampuan sesorang untuk menanggung risiko pada suatu saat. Dengan kata lain, kapasitas risiko adalah besarnya risiko finansial yang sanggup ditanggung seseorang pada suatu saat tertentu.
Kapasitas risiko terdengar mirip dengan toleransi risiko, tetapi kapasitas risiko mempunyai arti yang berbeda dengan toleransi risiko. Kalau toleransi risiko ( risk tolerance ) memiliki arti psikologis yaitu keinginan ( willingness ) untuk menanggung risiko, kapasitas risiko berarti kemampuan seseorang untuk menanggung sejumlah risiko, jika risiko itu terjadi.
 #4. Putuskan tipe instrumen untuk berinvestasi 
Tipe instrumen investasi yang boleh dibeli dan investasi yang sebaiknya dihindari dapat diketahui dari jangka waktu berinvestasi ( goal ) sampai dengan saat di mana uang hasil investasi itu diperlukan. Untuk investasi pada  paper assets  ( intangible ), Anda dapat memilih deposito, SBI (Sertifikat Bank Indonesia), saham-saham, obligasi, maupun reksadana. Deposito, SBI, dan reksadana pasar uang dipakai untuk investasi jangka pendek, reksadana pendapatan tetap atau reksadana campuran dipakai untuk investasi jangka menengah, sementara saham-saham atau reksadana ekuitas dipakai untuk investasi jangka panjang.
Deposito diterbitkan oleh perbankan dan dijamin oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Jangka waktu deposito adalah 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Sebaliknya, SBI hanya diterbitkan oleh Bank Indonesia. Jangka waktu SBI adalah 30 hari dan 90 hari saja.
Obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh baik oleh perusahaan swasta, BUMN , maupun negara. Pada waktu obligasi diterbitkan (di Indonesia), umumnya jangka waktunya adalah 5 tahun atau 10 tahun. Pada umumnya obligasi yang diterbitkan di Indonesia menjanjikan bunga tetap, yang dibayarkan setiap 3 bulan atau 6 bulan sekali.
Obligasi memiliki risiko gagal bayar ( default ), kecuali obligasi pemerintah Republik Indonesia yang  risk free  (hanya obligasi pemerintah Republik Indonesia yang diterbitkan dalam mata uang Rupiah yang  risk free . Obligasi pemerintah Republik Indonesia yang diterbitkan di luar negeri dan dalam mata uang USD atau JPY tetap memiliki risiko  default ).
Risiko default obligasi terlihat dari peringkat obligasi tersebut. Untuk obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia dalam mata uang Rupiah, peringkat obligasinya adalah AAA (tertinggi). Tetapi, untuk obligasi pemerintah Republik Indonesia yang diterbitkan dalam mata uang asing saat ini peringkatnya A atau A- ( international scale ).
Di samping risiko  default , obligasi memiliki risiko penurunan harga. Pada waktu obligasi diterbitkan, harga obligasi dijual pada harga pari, demikian juga pada waktu obligasi itu jatuh tempo. Tetapi, antara tanggal penerbitan obligasi dan tanggal jatuh tempo, harga obligasi bergantung pada tingkat suku bunga pasar yang berlaku.
Kenaikan suku bunga pasar akan menyebabkan penurunan harga obligasi yang diperdagangkan di pasar sekunder. Demikian pula sebaliknya, penurunan suku bunga pasar akan menyebabkan kenaikan harga obligasi di pasar sekunder. Dikatakan bahwa, perubahan harga obligasi di pasar sekunder berbanding terbalik dengan perubahan tingkat suku bunga pasar.
Saham adalah surat bukti kepemilikan seseorang atas suatu perusahaan (emiten). Berbeda dengan obligasi, saham tidak memiliki jangka waktu. Dalam hal terjadi kebangkrutan, pemegang saham memiliki urutan terakhir atas klaim terhadap harta perusahaan, setelah semua pemegang surat utang menerima pembayaran. Sebaliknya, ketika usaha perusahaan maju, maka setiap keuntungan perusahaan akan tercermin pada harga saham perusahaan di Bursa di mana saham tersebut dicatatkan.
Unit penyertaan reksadana adalah satuan ukuran yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak terbagi-bagi dalam suatu reksadana. Berdasarkan cara pembelian reksadana itu, kita mengenal reksadana konvensional (dimana pembelian dan penjualan unit penyertaan hanya dapat dilakukan satu kali dalam sehari kepada Manajer Investasi saja), dan reksadana Bursa (Exchange Traded Fund) yang diperdagangkan di BEI (Bursa Efek Indonesia). Di samping itu, berdasarkan cara pengelolaan dananya dalam portofolio, reksadana konvensional sebagian besar dikelola secara aktif, sementara resadana Bursa Sebagian besar dikelola secara pasif.
 #5. Tetapkan jangka waktu untuk mulai berinvestasi 
Seringkali orang menunda-nunda untuk mulai berinvestasi dengan berbagai alasan. Alasan yang paling sering diutarakan adalah tidak memiliki cukup uang untuk berinvestasi, atau tidak paham cara berinvestasi. Dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini, berinvestasi tidak lagi terbatas pada asset-aset riil seperti properti atau bisnis perusahaan yang membutuhkan investasi dalam jumlah besar sekali.
Sejak pertengahan tahun 1990-an orang telah dapat berinvestasi pada reksadana konvensional dan mendapatkan keuntungan diversifikasi walaupun jumlah uang investasinya kecil saja. Pada umumnya, Manajer Investasi hanya mensyaratkan sejumlah Rp10 juta saja untuk dapat mulai berinvestasi di reksadana konvensional. Untuk reksadana konvensional yang dibeli secara daring ( online ) batas minimum investasi pertama malah hanya Rp1 juta saja.
Kemudian, saat ini juga sudah mulai banyak reksadana bursa (Exchange Traded Fund) yang diterbitkan di Indonesia, sehingga unit penyertaan reksadana dapat diperjual-belikan sebagaimana saham-saham di bursa efek. Harga satu unit reksadana bursa pada waktu IPO ( initial public offering ) hanya sekitar Rp500 saja (mengikuti harga indeks acuan reksadana itu pada waktu penerbitan). Jadi, harga 1 lot unit penyertaan reksadana bursa hanya Rp500.000.
Jadi, saat ini tidak ada lagi alasan menunda-nunda berinvestasi dengan mengatakan tidak memiliki cukup banyak uang. Demikian juga, mengaku tidak paham cara berinvestasi juga sudah tidak relevan lagi. Dengan membeli reksadana, otomatis orang akan memperoleh akses terhadap keahlian dari Manajer Investasi dalam melakukan jual beli saham-saham atau obligasi-obligasi.
 Oleh : Fredy Sumendap, CFA  

Sumber : IPS